Untuk kedua kalinya- Fingers Boy

Saat itu, aku masih memikirkan kenapa aku bisa kenal dan dekat dengannya. Lelaki yang aneh, kadang lucu, energik, dan misterius. Haaaaah, tingkahnya yang aneh kadang membuatku sangat kesal dengannya. Awal pertama kali kami dekat yaitu ketika dosenku menyuruhku untuk berkelompok dengan laki-laki misterius ini. Sebut saja namanya Adris, Awalnya aku canggung. Tapi ntah kenapa aku mulai merasa dekat dan akhirnya menjadi sedekat ini. Untuk masalah hubungan, sepertinya kami tidak memiliki hubungan apa-apa. Hanya saja, kedekatan ini membuat orang semakin penasaran dengan kami. Hehe.

Pagi itu aku datang terlalu cepat ke kampus, tapi bukan karena ingin menemuinya. Aku hanya ingin menikmati kecepetan Wi Fi Di kampus, maklumlah, namanya juga anak kos, jatah paket bulanan habis untuk bayar makan dan kos. Ya tak apa sih, asalkan aku selalu hadir dan tak memberatkan orang tuaku. Karena janji pertamaku untuk kuliah ini adalah. Membanggakan mereka! Yaaa!.

Hari ini aku melihatnya seperti sedang tertimpa banyak masalah. Ia diam, tak sedikitpun kata keluar dari mulutnya. Ia hanya sibuk dengan ponselnya, oh ya, ia juga hobi menggambar, dan saat itu aku melihat nya sedang menggambar di ponselnya. Sebenernya aku ingin menyapanya, hanya saja sikap dinginnya itu membuatku mundur untuk menyapanya sampai mata kuliah habis ia tetap seperti itu. “Aneh”, itulah yang terbesit dalam benakku. Akhirnya aku pun pulang kerumah dengan beribu penasaran.
Bruk!, aku langsung berbaring di spring bed kesayanganku. Tiba-tiba timbul niatku untuk mengabarinya. “Assalamu’alaikum Ad?, ” awal dari chat kami. Lama aku menunggunya hingga akhirnya setelah sepuluh menit, chatku pun di balasnya, “Wa’alaikumussalam, iya Sim, ” Seperti itulah ia memanggilku, Simba, ntah apa maksudnya aku pun tak tau, padahal aku sudah diberikan nama yang bagus oleh orang tuaku, Anwa. sudah lama aku menanyakan apa maksud dari panggilannya itu, ia hanya menjawab “Nanti juga kau tau kok!, “. “Oh iya ad, kau tadi kenapa, kok kayak gak ada gairah itu, kadang kau energik, ini tadi kok diem aja, ada masalah ya?” tanyaku tanpa basa-basi. “Hehe, sebenernya hari ini itu aku di suruh pulang sama mamak ku sim, sedangkan aku masih capek, kan kau tau sendiri perjalanan dari Medan ke rumah aku itu 14 jam, hadeh, udah gitu mulai besok libur kita lama lagi, cuma itu aja sih gak ada masalah apa-apa, hehe” jawabnya, “oalah, jadi itu penyebabnya kenapa kau satu harian diem kayak hantu. Kukira masalahnya parah. Hadeh, adris, adris, dasar aneh!”, karena kesal dengan alasannya, seharusnya dari kampus tadi sudah ku tanyakan saja masalah ini. ” Ya Maaf Sim, kan aku ngomong sesuai sama apa yang kurasakan, hehe,” jawab ia lagi. “ya udah lah, kapan berangkatnya ad, Fi Amanillah ya, janga lupa bawak bontot (bekal), soalnya kau itu orang nya pelupa kalo gak diingetin!” kataku memberikan saran padanya. “Aku berangkat nanti malam sim, sekitar jam 7, hehe, thanks sarannya Kak Simba!” jawabnya.
Dulu, aku punya teman, yang energiknya sama seperti dia, lucunya juga sama seperti dia, tapi sayangnya, teman ku itu sudah lama meninggal. Kadang saat aku melihat adris, aku melihat sosok temanku itu, maka dari itu, sebenarnya, jauh dari lubuk hati ku, aku tidak ingin kehilangan sosok seperti dia. Karena, menurutku sosok seperti sangat jarang untuk di dapatkan, jangankan sebagai teman, untuk pasangan pun kadang sangat sulit.
Aku tak tau, sebenarnya bagaimana perasaan Adris kepadaku, karena ia sangat pandai menyimpan perasaan, bahkan sampai sekarang aku masih menebak-nebak hatinya. Ia selalu memberikan perhatian padaku, mulai.dari hal-hal kecil sampai hal-hal yang besar. “Kriiiiing!”, tiba-tiba ponselku berdering, ternyata adris sedang menelponku. “Halo simba!, hehe, aku berangkat nih, jaga diri baek baek di Medan yo!” katanya memberikan perhatian padaku. ” Ngomong apa sih kau, yaudah jaga diri juga di Bus, jaga barang-barang jangan sampai hilang, btw, udah bawa bontot?”, tanyaku, :Hehe, lupa sim”, jawabnya, “itulah, dasar pikun !” ejekku. “Oh ya Sim, kau masih kepikiran sama Tomo?” tanyanya, Tomo adalah temanku yang meninggal itu. “Sebagai teman terbaikku, tentu aku masih ingat dan terus ingat sama dia, ad, emang kenapa?”, tanyaku kembali, “gak ada sih, kau kan pernah cerita kalau dia kecelakaan di Bus, sedangkan aku lagi di bus nih, kalo kejadian itu terulang lagi gimana?” tanyanya, sebenarnya pertanyaan itu, membuat ku ingin mengatakan perasaanku kepadanya, tapi karena gengsi wanita lebih tinggi, maka dari itu aku langsung menyelanya. “ya kalo kejadiannya terulang lagi, ya aku nyari kawan baru lagi!, hehehe”, lagian, pertanyaan mu kayak gitu, udah gak usah bahas, cukup berdo’a aja kepada Allah, supaya selalu di beri keselamatan, oke!” kataku. “hmmm, Okelah, makasih Sim sarannya mobilku lagi berangkat ini. Besok ku telpon lagi ya , bye, assalamu’alaikum, jangan lupa.terus ngabarin!” katanya, “Wa’alaikumsalam ad, cepet pulang!” jawabku, dalam.hati, saat percakapan mulai di tutupnya.

Keesokan harinya, aku lah yang pertama mengabarinya, tapi lama aku menunggu sampai malam pun chat ku tak pernah dibalasnya, “mungkin ia lagi sibuk!” dalam benakku.
Hari demi hari, pun berlalu, hingga akhirnya libur semesterpun usai, senang akhirnya bisa berjumpa dengan teman-teman, bercanda bareng lagi, ngerjain tugas lagi, ya Alhamdulillah, akhirnya. Tiba-tiba saat sedang iseng membuka ponselku, aku melihat chatku dua minggu lalu kepada Adris, yang sampai sekarang belum dibalas, padahal libur telah usai, sampai sekarang aku belum melihat ia datang, “kemana dia?” dalam benakku.

Keesokan harinya saat aku datang ke kampus, aku melihat dia duduk sendiri di dalam kelas, biasanya ia selalu datang terakhir, kali ini ia datang lebih awal, bahkan lebih awal dari pada aku. Kulihat ia sedang duduk merenung akhirnya aku mendekatinya. “Hei, Semalam kemana aja, kok gak ada nampak?”, tanyaku, ia membalikkan wajahnya, wajahnya pucat, ia menoleh sambil tersenyum. “kemaren aku baru aja nyampek, ini aja kukira aku terlambat, eh, rupanya aku bangun terlalu pagi” katanya. Aku masih heran denga keadannya. Akhirnya aku pun bertanya “Ad, kok muka mu pucat, kau sakit?” tanyaku. “enggak kok wa, mungkin aku kecape’an kali” jawabnya, “mau aku pijit. Tanyaku, “jangan sim, nanti kau heran udah lah, aku mau keluar dulu, nyari makan, kan masih terlalu pagi, kau mau nitip?” tanya dia. “oh ya udah, nggak ad, aku udah sarapan tadi, hati-hati jangan lama-lama kali ya!” kataku. Iya hanya tersenyum, kulihat ia seperti sedang banyak sekali masalah.
Saat, teman-temanku yang lain sudah berdatangan, Adris sampai sekarang belum juga kembali ke kelas. Bahkan sampai dosen masuk, ia belum datang juga, padahal di luar huajn deras. “Adris kenapa sih, kok sampe sekarang belum datang-datang juga, gak biasanya dia kayak gini!” ujarku dalam hati. Tingkahnya semakin aneh, membuatku memutar balikkan otak.

Keesokan harinya, aku melihat dia lagi, kali ini ia masih pucat, tapi tidak sepucat kemarin, tapi saat aku tanya kenapa semalam ia tidak masuk, ia menjawab, di luar huajn deras, dia takut sakit, makanya ia gak masuk. Menurutku itu alasan yang konyol. Tapi ntah kenapa aku percaya dengannya, ia pun kembali ingin membeli makanan, tapi kali ini aku mengatakan bahwa aku harus ikut. Akhirnya ia tidak jadi pergi membeli makanan, karena kasian, aku yang membelikannya makanan, tetapi ia harus tetap di kelas. Ia pun
setuju. Setelah aku pulang dari membelikannya makanan, ku lihat, jejak, bahkan bekas ia pernah duduk di situ pun tak ada lagi aku semakin penasaran, kenapa ia berubah drastis. Saat aku tengah berpikir tiba-tiba temanku nyeletuk, “Adris kemana ya, udah 3 hari, dia gak masuk, biasanya gak pernah dia gak pernah kayak gini, dia orang nya rajin, aneh ya”, lalu aku bertanya “emang tadi kalian gak liat dia di sini, tadi dia dateng lo “, mereka hanya menggeleng keheranan.
Saat itu, aku aku tengah berjalan-jalan di sekitar kampus dan aku melihatnya duduk di taman sambil membaca sebuah buku. Aku langsung mendekatinya ” ad?, kamu kenapa akhir-akhir ini kok berubah?” tanyaku. Tiba-tiba ia menangis, dan aku duduk di sampingnya. “Wa, aku gak papa kok, oh ya, kau masih inget Tomo?”, tanyanya, “kenapa kau nanya itu lagi, kan udah ku bilang sampai kapanpun ia tetap temanku dan tak akan berubah, paham!” kataku membentaknya karena pertanyaan yang selalu berulang-ulang, ia hanya tersenyum dan kembali bertanya, ” berarti sampai kapanpun aku juga temanmu kan?”, “tentu, kau tetap temanku, dan aku gak mau kehilangan kau, emangnya kenapa?” tanyaku. Kemudian ia menarik sebuah kertas, yang ternyata adalah sebuah potongan koran, yang di ambil dari bukunya. Dan betapa teririsnya hatiku, sakit, pedih rasanya. Ternyata, selama ini, aku mengobrol dengan arwah adris, ia meninggal karena kecelakaan di bus saat ia pulang kerumahnya, satu bulan penuh ia tak ada kabar, karena ia koma di rumah sakit. Akhirnya, dia pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Untuk yang kedua kalinya aku kehilangan teman terbaikku, ku lihat, kembali arwah adris, dan memang hanya aku yang bisa melihatnya, saat itu ia memberikan buku itu kepadaku, dan dia menghilang ntah kemana. “Aku pergi wa, jaga buku itu baik-baik, di situ semua pertanyaan yang belum sempat aku jawab sudah tertulis, tolong di baca. Makasih udah mau nemanin aku selama ini, aku harap, aku tetap menjadi wanita yang terbaik yang pernah aku kenal, aku pergi ya!” ucapnya sambil melambaikan tangannga kepadaku.
Sesampainya di rumah, ku pandangi buku bersampul hijau bergambar kartun itu, ingin sekali aku membacanya, tapi mungkin aku tak akan kuat. Ini adalah buku hatian dia, mungkin kisahku sudah di tuliskannya di buku ini, bagaimana mungkin aku sanggup, sudah ku bilang aku tak mau kehilangan dia, dan nyatanya, untuk kedua kalinya aku kehilangan teman terbaik dalam hidupku, dengan penuh keyakin kubuka bukubitu, dan kubaca lembar demi lembar. Kulihat foto ku yang sedang tertidur saat aku lagi menunggu dosen di kampus, fotoku saat aku jalan bersamanya, fotoku saat aku marah kepadanya, banyak sekali kenangan-kenanganku dengannya tersimpan di buku ini, ada satu lembar ketika ia membuat puisi untuk ku. Dan saat aku membuka halam.terakhir, secarik kertas terjatuh ke lantai. Ternyata itu surat yang ia tuliskan saat di rumah sakit.
” Untuk teman terbaiku Simba (Anwa), wanita terjudes yang pernah aku kenal selain Mamak ku, mungkin saat kau membaca ini, aku sudah tak ada lagi, sudah tak bisa membuatmu penasaran lagi, sudah tak bisa dengar kata “aneh!” darimu lagi. Pernah satu kelompok denganmu adalah hal yang paling bahagia yang pernah aku dapat. Aku bisa dekat denganmu, akrab denganmu, hingga akhirnya bisa membuat panggilan khusus untukmu “Simba”, sikapmu yang judes, garang, dan bijak sana, ku ibaratkan seperti Simba!, maka dari itu aku memanggilmu Simba!. Aku tahu, sifatku hampir mirip sekali dengan Tomo, sehingga kau susah untuk lupa dengannya. Tapi aku gak pernah memaksa supaya kau lupa dengannya, karena mau bagaimanapun, melihat sikapku, pasti kau akan terus ingat denganya,
Oh ya, hari ini aku sedang di rumah sakit Sim, aku meminta suster untuk mengambil kertas untuk menuliskan ini kepadamu, karena mungkin kau tak akan pernah bisa lagi membaca isi hatiku, aku tau, kau selalu penasaran dengan apa yang ada dalam hatiku kan?, kau selau menebak nebak, apakah aku juga suka denganmu?, jawabannya hatiku seperti hatimu. Mungkin jawaban itu sudah menggambarkan isi hatiku.
Sim, kau harus kuat!, kematian ada di tangan Allah, pesanku, jangan terlalu larut dalam kesedihan, karena bagaimanapun aku dan Tomo udah gak berada di sisimu lagi. Bersyukurlah kau masih punya orang tua, jaga orangtuamu Sim!, mungkin, semua rasa penasaranmu, udah terjawab lewat buku ini, terimakasih udah mau menerimaku sebagai teman sim, udah mau sabar menghadapi kecuekanku, mau bagaimana pun kau adalah teman terbaikku sim, jaga diri baik-baik ya, semua itu ada takdirnya mungkin aku gak bisa menjadi jodohmu di dunia, tapi insya allah kau akan menajdi jodohku di akhirat. Salam untuk semua teman-teman sim, aku minta maaf, bye, salam hangat, -Adris”

Tinggalkan komentar

Buat situs web atau blog di WordPress.com

Atas ↑